Agar-agar sering disajikan dengan warna-warna cerah dan menarik, mulai dari merah menyala hingga biru elektrik. Sayangnya, warna-warna menarik ini seringkali berasal dari pewarna sintetis atau buatan, bukan pigmen alami. Meskipun pewarna ini telah disetujui penggunaannya, konsumsi yang berlebihan atau pada individu sensitif dapat Risiko Alergi dan memicu berbagai reaksi negatif pada kesehatan, terutama pada anak-anak.
Pewarna buatan yang paling sering digunakan dalam produk seperti agar-agar adalah kelompok azo dyes, seperti Tartrazine (kuning) dan Sunset Yellow (oranye). Bagi sebagian kecil populasi yang sensitif, senyawa kimia ini dapat bertindak sebagai pemicu histamin, zat yang dilepaskan tubuh saat terjadi reaksi alergi. Reaksi ini bervariasi dari ringan hingga berat.
Salah satu dampak kesehatan yang paling umum dan serius terkait pewarna buatan adalah Risiko Alergi kulit, seperti gatal-gatal (urtikaria) dan ruam. Reaksi ini terjadi karena tubuh salah mengidentifikasi pewarna sebagai zat asing yang berbahaya. Selain itu, pada individu yang sudah memiliki kecenderungan asma, konsumsi pewarna tertentu dapat memperburuk gejala pernapasan dan memicu serangan asma.
Penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pewarna buatan tertentu dengan hiperaktivitas dan gangguan perilaku pada anak-anak. Meskipun hubungan ini masih menjadi subjek penelitian intensif, banyak orang tua melaporkan peningkatan iritabilitas atau kesulitan fokus setelah anak mereka mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna cerah. Hal ini menambah daftar Risiko Alergi dan sensitivitas.
Bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit atopik, seperti eksim, rhinitis alergi, atau asma, kehati-hatian dalam memilih makanan sangatlah penting. Mengonsumsi agar-agar berwarna cerah sebaiknya dihindari atau diminimalkan. Memeriksa daftar bahan pada kemasan dan mencari kode pewarna (seperti CI 19140 untuk Tartrazine) adalah langkah preventif yang cerdas.
Sebagai alternatif yang lebih aman dan alami, cobalah membuat agar-agar dengan pewarna dari sumber alami. Warna hijau bisa didapatkan dari daun pandan atau sawi, warna merah dari buah naga atau bit, dan warna kuning dari kunyit. Penggunaan pewarna alami ini secara signifikan mengurangi Risiko Alergi dan juga menambah kandungan nutrisi.
Peningkatan kesadaran konsumen telah mendorong banyak produsen untuk beralih ke pewarna alami. Memilih produk yang mencantumkan “pewarna alami” pada label kemasan adalah cara yang efektif untuk mengurangi paparan bahan kimia sintetis. Prioritaskan label yang menyebutkan ekstrak tumbuhan, bukan kode angka atau nama kimia.
Kesimpulannya, meskipun agar-agar adalah camilan kaya serat, pewarna buatan yang digunakan di dalamnya dapat membawa potensi risiko kesehatan yang tidak diinginkan, terutama terkait alergi dan asma. Jadilah konsumen yang cerdas dengan selalu memilih agar-agar yang menggunakan pewarna alami untuk menjaga kesehatan Anda dan keluarga.